JAKARTA, FOKUSJabar.id: Sikap Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Budi Waseso yang mengancam mundur dari jabatan jika Kementerian Sosial (Kemensos) mengambil alih 100 persen penyaluran beras untuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), tanpa melibatkan Perum Bulog menuai kritik.
Hal itu terkesan emosional dan mengedepankan ego sektoral, serta mencoreng citra pemerintah secara keseluruhan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang komaruddin mengatakan, semua program pemerintah seharusnya bisa dibicarakan di internal terlebih dahulu agar tidak menjadi kontroversi di masyarakat.
Jika terus ribut, kata Ujang, ada kesan koordinasi dan komunikasi di antata kementrian ini jelek.
“Citra pemerintah jelek. Lembaga yang seharusnya mensejahterakan rakyat tetapi malah ribut sendiri, ” kata Ujang melalui rilisnya, Rabu (3/7/2019).
Ujang pun mengingatkan agar permasalahan yang ada, seperti kelebihan stok beras yang ada di gudang diselesaikan di internal Bulog. Menurut dia, jika beras yang ada di gudang tidak berlebih, tidak akan menimbulkan masalah.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily pun mengingatkan agar Buwas tidak emosional dalam merespon kebijakan yang dikhususkan untuk kepentingan masyarakat miskin.
“Ini bisa dibicarakan dengan kepala dingin,” kata Ace.
Dia mengatakan bahwa program BPNT yang dijalankan Kemensos sangat bermanfaat dan memberikan solusi konkret bukan hanya kepada rakyat kecil, tetapo juga kepada Bulog. Bulog bisa menyuplai 70 persen dari 30 persen kebutuhan beras yang dibutuhkan. Artinya, Kemensos ada iktikad baik untuk membantu masalah beras di Bulog.
Program BPNT, kata Ace, harus dimaknai untuk memberikan keleluasan bagi masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Dengan dana BPNT itu, masyarakat bisa memilih dan leluasa mengonsumsi kebutuhan dasar bukan hanya beras tetapi ada juga telur, susu dan kebutuhan lainnya.
“Jika hanya mengedepankan ego sektoral, maka masyarakat yang akan dirugikan. Apalagi program ini untuk kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan agar terserapnya beras Bulog,” kata dia.
Apapun permasalahan yang ada, pihaknya berharap agar masalah internal bisa diselesaikan secara musyawarah. DPR mendorong agar dibicarakan bersama-sama dalam satu meja.
“Duduk bersama lagi dengan Mensos membicarakan mencari jalan keluarnya,” tutur Ace.
Hal senada disampaikan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Dia mendesak ada koordinasi antara Bulog dengan penyaluran BPNT atau Rasta, dalam hal ini Kemensos.
“Harusnya masalah ini bisa diselesaikan internal pemerintah, lakukan koordinasi antar pemerintah,” kata Enny.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi ikut menanggapi permasalahan antara Perum Bulog dengan Kemensos, terkait implementasi pelaksanaan program BPNT Kemensos dengan Perum Bulog.
Menurut dia, jika pemerintah konsisten dengan era digital ekonomi, maka BPNT adalah sebuah kenisyaaan yang tak mungkin dihindari, bahkan merupakan instrumen yang efektif.
Selain itu BPNT merupakan program yang akuntabel dan transparan, sejalan dengan upaya memberantas praktik koruptif dan kolutif. Dari sisi konsumen pun jelas merupakan dimensi kuat untuk perlindungan konsumen, karena konsumen punya hak memilih bantuan pangan dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang terjangkau.
BPNT hal yang sangat relevan dengan penjaminan hak-hak konsumen sebagaimana mandat UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Seharusnya Bulog bersinergi dengan program BPNT karena efektif untuk menjamin orang miskin mendapatkan beras dengan kualitas baik,” kata dia.
Sebelumnya, Buwas menyatakan siap mundur dari jabatannta.
“Saya janji kalau itu (penyaluran beras BPNT) bisa diambil alih oleh Menteri Sosial, 100 persen, saya mundur dari Direktur Utama Bulog. Selesai tugas saya, pengabdian saya selesai karena sudah ada yang bisa mengabdikan yang lebih baik dari saya,” tegas dia. , Selasa (2/7).
Sikap Buwas ini ingin menunjukan protes atas penyaluran beras BPNT yang merupakan pengalihan dari Bantuan Sosial Beras Sejahtera (rastra) itu kepada pasar. Bagi Buwas, perubahan skema penyaluran itu membuat distribusi beras dari gudang Bulog terkendala.
“Beras Bulog tidak keluar. Tidak bisa suplai, kalau kami tidak bisa suplai, maka berarti serapan Bulog akan berhenti,” kata dia.
(LIN)