BANDUNG, FOKUSJabar.id: Dari total 18 kelas yang kemungkinan dipertandingkan di PON XX tahun 2020, pihak tuan rumah belum bisa memastikan jumlah pasti kuota atlet Cabang Olahraga (Cabor) Judo.
Hal tersebut akan berimbas pada kepastian jumlah atlet yang bisa berlaga di PON XX/2020 di setiap kelas pertandingan.
Sekretaris Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) Jabar, Arnold Silalahi menuturkan, pada setiap gelaran PON, atlet yang berhak bertanding di Cabor Judo adalah atlet yang menempati posisi delapan besar di setiap kelas.
Delapan besar atlet di setiap kelas tersebut, diluar atlet tuan rumah PON yang memiliki wildcard untuk langsung lolos.
” Tapi hingga saat ini, kuota atlet untuk Judo PON XX di Papua belum ada kepastian dan kemungkinan besar berkurang. Apakah tetap dengan aturan delapan besar di setiap kelas atau berkurang,” ujar Arnold saat ditemui di gedung KONI Jabar, Jalan Pajajaran Kota Bandung, Minggu (14/4/2019).
Berdasarkan informasi terbaru, jumlah kuota atlet sebanyak 140 atlet. Jumlah tersebut di luar kuota atlet bagi kontingen tuan rumah.
” Ketentuan di PON XX pun dibatasi. Yakni, satu provinsi hanya boleh menempatkan satu atlet di satu kelas. Berbeda dengan PON XIX, selain dari jumlah kelas lebih banyak yakni 22 kelas, kuota atlet per provinsi pun dibatasi maksimal dua atlet untuk satu kelas,” terangnya.
Dengan pembatasan kuota di PON XX sebanyak 140 atlet ditambah ketentuan satu provinsi hanya diperbolehkan diperkuat satu atlet di satu kelas, dipastikan membuat kualitas pertandingan di PON XX akan turun. Pasalnya, banyak atlet yang berasal dari satu provinsi masuk dalam posisi ranking delapan besar di kelas masing-masing.
” Jika dibatasi satu provinsi itu hanya satu atlet di satu kelas, membuka kesempatan atlet di ranking 9 dan seterusnya di setiap kelas bisa ikut bertanding. Selain itu, dilihat dari kuota, jika jumlah kelas yang dipertandingkan 16 kelas di nomor tarung maka jumlah atlet yang berlaga sebanyak 128 atlet dengan ketentuan delapan atlet per kelas diluar atlet tuan rumah,” tuturnya.
Dengan kuota sebanyak 140 atlet, maka hanya tersisa 12 atlet saja yang akan berlaga di kelas Nage No Kata putra dan Juno Kata putri. Dan satu tim kata itu berisi sebanyak 2 orang atlet.
” Jadi untuk nomor kata, kemungkinan besar hanya akan diikuti oleh tiga provinsi ditambah tuan rumah sehingga totalnya empat provinsi atau batas minimal. Ini akan membuat tingkat persaingan atau kualitas pertandingan turun karena semua provinsi yang ikut sudah dipastikan meraih medali,” tambahnya.
Karena itu, Arnold meminta Pengurus Besar (PB) PJSI untuk bisa menghitung ulang kuota atlet yang akan berlaga di PON XX tahun 2020. Paslanya, ajang PON merupakan salah satu seleksi atlet yang akan berjuang membela panji Merah Putih di berbagai ajang internasional.
” Seharusnya kan PB PJSI itu menghitung dulu sebelum menetapkan kuota atlet untuk PON XX. Bahkan dengan jumlah kuota tersebut, dipastikan tidak akan ada wildcard di PON XX. Ini sangat berbeda jauh sekali dengan pelaksanaan PON XIX tahun 2016 dimana jumlah kelas lebih banyak, jumlah atlet lebih banyak, sehingga kualitas pertandingan pun lebih baik,” tegasnya.
Sementara terkait persiapan atlet judo Jabar menghadapi PON XX, Arnold mengaku sudah melakukan persiapan sebelum pelaksanan Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Juno Senior dan Junior tahun 2019 yang digelar di GOR Judo, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat-Minggu (22-24/2/2019) silam.
Tak hanya itu, dukungan anggaran sebesar Rp100 juta dari KONI Jabar untuk pelaksanaan Pelatda PON XX pun sudah diterima pihaknya.
” Pada Pelatda PON XX ini, kita tetap menerapkan sistem desentralisasi dan sentralisasi. Dalam satu pekan, atlet berlatih di masing-masing kota dan kabupaten asal dan setiap satu bulan sekali melakukan latihan bersama di GOR Judo, komplek olahraga Pajajaran Bandung selama tiga hari. Kendala saat ini hanya kepada insentif bulanan saja yang belum diterima atlet dan belum ada kepastian dari KONI Jabar,” pungkasnya.
(ageng/bam’s)