Jumat 10 Januari 2025

Soal Debat Capres ke-4, Ini Kata Mayjen TNI (Purn) Johny L Tobing

JAKARTA,FOKUSJabar.id: Soal Debat Capres ke 4 di Hotel Sangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3) yang salah satunya mengangkat tema pertahanan dan keamanan (Hankam), Purnawirawan perwira tinggi TNI-AD angkat bicara mengomentari debat itu.

Dalam debat tersebut, Capres 02 Prabowo Subianto menyebutkan Hankam Indonesia lemah dan rapuh karena minimnya anggaran pertahanan.

Mengomentari hal itu, Mayjen TNI (Purn) Johny L. Tobing mengatakan, seorang jenderal seharusnya tidak boleh menyatakan bahwa pertahanan negara lemah.

“Seorang jendral nggak boleh ngomong kalau pertahanan kita lemah!. Itu termasuk membuka rahasia negara,” kata mantan Pangdam VI/Mulawarman itu melalui rilisnya Rabu (3/4/2019).

Dalam debat itu, Prabowo sibuk menyoroti rendahnya anggaran pertahanan, sementara Capres 01 Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah telah fokus pada investasi di industri pertahanan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan, meskipun anggaran masih terbatas.

Jokowi juga menyampaikan bahwa dia berencana menaikkan anggaran pertahanan menjadi 1,5 persen dari PDB sejak menjadi Presiden dari tahun 2014.

Namun, dalam perjalanannya sulit dilaksanakan karena pertumbuhan PDB yang lambat, sementara ada defisit anggaran yang tinggi.

Mengomentari pemaparan dari kedua paslon, Johny mengatakan bahwa sejarah panjang Indonesia dari zaman perjuangan hingga 73 tahun merdeka, tidak pernah hanya mengandalkan Alutsita, atau alat utama sistim senjata, dalam doktrin pertahanan negara. Indonesia lebih mengedepankan ‘sistem senjata sosial’.

“Sampai dunia ini kiamat nggak akan mungkin mengejar Amerika, Cina tapi kita tidak akan kalah dari mereka kalau sistem senjata sosial ini yang diperkuat. Apa itu?. Tentunya semangat persatuan dan kesatuan, persoalannya sekarang semangat itu sudah terbelah-belah,” ungkap dia.

Menurut dokrin pertahanan negara, prinsip fundamental pertahanan itu harus mencakup kekuatan diplomasi, kekuatan intelijen, kekuatan militer, kekuatan ekonomi, kekuatan finansial, kekuatan informasi, kekuatan hukum dan kekuatan sosial budaya.

“Seharusnya pertarungan dalam debat itu di area tersebut, lebih ke strategi pembangunan atau pembinaan kekuatan itu,” kata dia.

Dalam debat, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu mengkritik anggaran pertahanan Indonesia hanya 4.4 persen dari total pengeluaran pemerintah, atau di bawah 1 persen dari PDB.

Mantan Danjen Kopassus itu pun membandingkan dengan Singapura yang mengalokaksikan 30 persen dari pengeluaran pemerintah atau sekitar 3,3 persen dari PDB untuk pertahanan.

Meski hanya dianggarkan di bawahb1 persen dari PDB, menurut data Glonal Fire Power, kekuatan militer Indonesia, salah satu kepulauan terbesar di dunia menempati posisi 15 dari 137 negara terkait kekuatan militer tahun 2019.

Level tersebut satu tingkat di atas Israel yang berada di posisi 16. Sedangkan Singapura yang dana militernya 30 persen dari GDP nya, hanya berada di peringkat 59.

(**)

Berita Terbaru

spot_img