BANDUNG,FOKUSJabar.id: Putri Sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) menyebut bahwa perbedaan dan keanekaragaman di berbagai aspek di Indonesia akan memperkaya Indonesia.
“Kita ingin mengembalikan Indonesia yang makmur, menjadi bangsa yang rukun, gotong royong, dan saling bantu berjuang meski ada perbedaan. Indonesia yang kita inginkan adalah bangsa yang bersatu dan tidak saling cakar, ” tegas Tutut saat mengukuhkan ‘Gerakan Bakti Cendana’ di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rabu (20/3/2019).
BACA JUGA:
DPP PKB Tetapkan Dadang Okta Maju di Pilkada Pangandaran
Sesuai ajaran Islam, kata dia, perbedaan adalah rahmat. Artinya tidak perlu saling menjelekan. Sebaliknya harus melakukan yang terbaik untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Apa yang bisa kita lakukan, lakukanlah. Mulailah dari yang kecil,” kata Tutut.
Mengutip perkataan ibunya (Tien Soeharto), Tutut mengatakan bahwa perbuatan kecil tapi menjadi bagian pembangunan bangsa, itu lebih utama. Daripada membangun sesuatu yang besar tapi menimbulkan masalah.
Lebih lanjut Tutut berpesan agar kader partai Berkarya tidak menyusahkan bangsa. Setiap kader harus menunjukkan program yang dimiliki untuk membantu negeri.
Selain itu, Tutut pun mengingatkan pesan Presiden Soeharto (almarhum) yang salah satunya adalah ‘memberikan apapun untuk bangsa, meski hanya sebungkus nasi atau uang Rp10 ribu.
“Jika tidak ada sama sekali untuk diberikan, berilah senyum, makanya, bapak (Presiden Soeharto) selalu tersenyum, dan dikenang dengan julukan smiling general,” kata Tutut.
Nasehat lain Pak Harto kepada anak-anaknya, sambung Tutut, adalah tidak boleh dendam. Sebab, dendam tidak menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah baru.
Bahkan, kata Tutut, jelang Pak Harto mengambil keputusan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia, Pak Harto memanggil anak-anaknya dan menyampaikan keinginannya mengundurkan diri.
“Bagaimana menurut kalian? masyarakat sudah ramai meminta bapak berhenti. Saya jawab apa pun keputusan bapak, kami tetap mendukung bapak berhenti karena sudah tidak dikehendaki rakyat,” kenang Tutut.
“Malam hari, bapak memanggil kami berenam dan menyampaikan keputusan berhenti, Adik saya mengatakan jangan dulu berhenti, beri kami kesempatan membuktikan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia mencintai bapak,” kata dia menambahkan.
Mendengar jawaban itu, kata Tutut, Pak Harto mengingatkan anak-anaknya tidak boleh dendam.
” Dendam tidak menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah lebih besar. Tidak hanya sekali Pak Harto mengingatkan kami untuk tidak dendam, tapi setiap hari,” kata Tutut.
Tidak jarang pula Pak Harto menambah nasehatnya dengan ‘Gusti Alloh ora sare’ (tidak tidur). Suatu saat rakyat akan tahu mana yang salah dan benar. Dari hari ke hari nasehat itu menyadarkan Tutut dan adik-adiknya bahwa keputusan Pak Harto mengundurkan diri adalah yang terbaik untuk bapak dan keluarga.
“Setelah belajar Alquran, saya akhirnya tahu semua nasehat bapak adalah ajaran Alloh SWT. Pak Harto selalu bersandar kepada Alloh SWT,” ucap Tutut mengakhiri ceritanya.
(LIN)