BANDUNG,FOKUSJabar.id: Politisi NasDem Ade Sudrajat menilai, industri kecil sebagai salah satu penopang maju mundurnya suatu daerah.
Artinya, harus ada pembekalan agar industri tersebut berkembang, bahkan mampu merebut pangsa pasar nasional hingga internasional.
Menurut dia, pelatihan kepada industri lokal, termasuk di Jawa Barat perlu dilakukan. Hal itu penting agar pelaku industri lokal bisa memperluas pangsa pasar dan memperoleh keuntungan yang maksimal.
Caleg DPR RI NasDem Dapil Jawa Barat II itu menyebut, di dapilnya banyak industri lokal bidang penjahit. Yang terbesar itu dari celana denim jeans, baju hingga baju koko. Bahkan, ada satu kampung diberi nama kampung hijab karena di sana memang khusus membuat hijab.
“Saya pikir ini potensi besar, meski segmen pasarnya menangah ke bawah, tentu bahan baku yang digunakan sangat kompetitif dan murah,” kata Ade di Bandung, Senin (18/3/2019).
Industri tekstil lokal itu bisa berkembang ke menengah ke atas. Salah satunya dengan pembinaan kepada pelaku industri lokal dari sisi desain, pola hingga cara menjahitnya.
“Bagaimana akses pasar mengenah atas yang dihubungkan dengan kekinian,. yaitu pasar online. Dengan online pendapatan jauh lebih tinggi dari sekarang. Namun mereka juga harus dibekali ilmu pengetahuan tentang ponsel yang berfungsi sebagai IT nya mereka. Bagaimana cara masuk online, bagaimana menawarkan, bagaimana pembayaran dan sebagainya,” kata dia.
Kendati itu menjadi pengetahuan sangat baru bagi mereka, namun tidak terlalu rumit, meski kompleks lantaran mereka berkonsep untung rugi ingin terasa.
“Jadi tidak biasa dengan konsep untungnya diakumulasikan dalam kurung waktu, misalnya 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali karena keterbatasan modal dan sebagainya. Itu yang perlu sentuhan, ini kompehensif pelatihan total dari a sampai z tentang bagaimana meng-upgrade diri,” kata dia.
Di dapilnya Ade berencana menyeleksi orang-orang yang mempunyai kemampuan. Meski ongkos listrik dan tenaga kerja sama saja, namun bagaimana barang yang diproduksi menjadi lebih baik.
Adapun yang menjadi sasaran pelatihan adalah pelaku industri lokal yang masih berusia di bawah 40 tahun. Dinilai, entrepreneur muda berani mengambil risiko dalam berbagai hal. Hal itu berbeda dengan usia di atas 40 tahun yang kejar-kejaran keutungan untuk kebutuhan dapur.
“Kita paparkan risiko awal, apakah dia mau ambil alih atau tidak. Kemudian kita hubungkan dengan perbankan, karena memang sulit. Bagaimanapun juga perbankan butuh legalitas formal, baik itu pendirian perusahaan, NPWP begitu-begituan lah. Nah ini kita bawah arah ke situ,” jelas Ade.
Tetapi tidak bisa secara individu, tentu dengan kelompok 5-10 orang yang dibentuk koperasi, sehingga bisa maju dan dijamin dengan CSR teman perushaan yang punya akses ke situ.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai perlu ada perhatian lebih besar dari pemerintah untuk mengembangkan industri-industri lokal.
Salah satunya dengan pemberian insentif fiskal yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagi industri di daerah, harusnya mendapatkan insentif fiskal.
“Jadi banyak keringanan perpajakan, khususnya pajak daerah, terutama bagi industri-industri yang terkena pukulan ekonomi,” kata Bhima.
Selain itu diperlukan adanya kemudahan bagi industri lokal untuk mendapatkan bahan baku produksi. Hal itu bisa didukung melalui kerjasama antara pemerintah daerah.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai juga menjadi salah satu penunjang utama dalam pengembangan industri lokal.
(LIN)