BANDUNG, FOKUSJabar.id : Untuk mencegah Human Trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Emil) berpesan agar masyarakat tidak tergiur iming-iming pekerjaan dengan gaji fantastis.
” Kepada para perempuan, kalau ada yang mengiming-imingi pekerjaan dengan gaji fantastis mesti curiga. Karena di dunia ini tidak mungkin mendapatkan pendapatan yang luar biasa tanpa sebuah skill apa-apa. Itu pasti ada apa-apa,” kata Emil.
“Apalagi kalau sampai mau dipindahkan jauh dari kampung halaman. Dua poin itu saja,” tambahnya.
Menurut Emil, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) bersama Polda Jabar menjemput tiga orang anak perempuan korban trafficking dari Nabire, Papua, Jumat (4/1/2019) lalu.
Dua korban berusia 15 tahun dan seorang berusia 18 tahun yang semuanya adalah warga Jawa Barat. Masing-masing berasal dari Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
Penjemputan tersebut bermula dari laporan dua orang tua korban ke Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat, 21 Desember 2018. Setelah berkoordinasi dengan Polrestabes Bandung dan Polres Nabire, 31 Desember 2018 ketiga korban berhasil diamankan untuk segera dibawa pulang ke Jawa Barat.
Ketiga korban mendapatkan penanganan (treatment) terlebih dahulu sebelum kembali ke daerah dan keluarga masing-masing oleh DP3AKB Provinsi Jawa Barat, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota dan Kabupaten Bandung.
Pemulangan ketiga korban trafficking serta rangkaian penanganan setelah mereka tiba di Bandung merupakan hasil kolaborasi antara DP3AKB Provinsi Jawa Barat, DP3APM Kota Bandung, DP2KBP3A Kabupaten Bandung, UPT P2TP2A Kota Bandung, Polda Jawa Barat, LPA Jawa Barat dan Jabar Bergerak.
Menurut Gubernur, kasus human trafficking terjadi karena faktor ekonomi. Selain itu, kurangnya pengetahuan para korban menjadi faktor lain terjadinya perdagangan orang.
Pemprov Jabar memperbaharui komiten dan merapatkan jajarannya agar angka TPPO dapat ditekan dengan berbagai program Jabar Juara. Diantaranya, Sekoper Cinta, Mesra, One Village One Company, Jabar Quick Response, Masagi dan Bumdesa Juara.
Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak seperti aparat penegak hukum, Lembaga Perlindungan Anak, NGO, dan pihak lainnya juga dilakukan sebagai langkah sinergi pencegahan dan penanganan TPPO di Jabar.
” Oleh karena itu, fundamentalnya yang pertama adalah kita pastikan ekonomi Jawa Barat ini menguat,” jelas Emil.
Emil menambahkan, pihaknya juga terus mendorong keharmonisan dan ketahanan keluarga di Jawa Barat melalui berbagai program. Salah satunya, program Sekoper Cinta yang telah diluncurkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
” Selain ekonomi, keluarganya juga harus harmonis. Ibunya harus bisa mapatahan, anaknya juga taat pada orang tua. Makanya program Sekolah Perempuan Menggapai Impian dan Cita-cita (Sekoper Cinta) kita launching,” tukas Emil.
Di dalam Sekoper Cinta terdapat penguatan ketahanan keluarga, keharmonisan keluarga dan juga ekonomi.
TPPO itu sendiri menurut UU didefinisikan sebagai kegiatan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan atau menerima orang dengan tujuan eksploitasi atau membuat orang tersebut tereksploitasi dengan cara-cara tertentu.
Menurut data International Organization for Migration (IOM) tahun 2011, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur merupakan sending area terbesar korban TPPO perempuan dan anak. Jumlahnya diperkirakan mencapai 74.616 hingga 1 juta orang per tahun. Di antara beberapa provinsi tersebut, sebanyak 80 persen korban TPPO berasal dari Jawa Barat.
P2TP2A Jabar mencatat pada tahun 2018 ada 17 kasus TPPO, dengan total penanganan kasus dari 2010 – 2018 sebanyak 245 kasus.
(Bam’s)