BANDUNG, FOKUSJabar.id : Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Imam Nahrawi meminta polemik kepengurusan KONI Jabar bisa diselesaikan dalam waktu secepatnya.
Polemik kepengurusan KONI Jabar sendiri mencuat setelah lima Cabang Olahraga (Cabor) mengadukan ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) terkait status kepemimpinan Brigjend TNI Ahmad Saefudin sebagai Ketua Umum KONI Jabar yang dinilai melanggar undang-undang.
Menpora RI, Imam Nahrawi menuturkan, pihaknya tidak bisa melakukan intervensi lebih jauh terhadap polemik yang terjadi dalam organisasi KONI tersebut. Sebagai wakil dari pemerintahan, pihaknya berharap polemik yang terjadi tidak mengganggu proses pembinaan olahraga.
“Jangan sampai mengganggu konsentrasi atlet maupun pelatih dalam melakukan latihan untuk mencapai prestasi maksimal. Kita dari pemerintah, tidak bisa intervensi karena itu domainnya KONI, bukan kita. Silakan KONI yang putuskan,” ujar Menpora saat ditemui di Bandung, baru-baru ini.
Untuk mencapai sebuah prestasi, lanjut Menpora, dibutuhkan kolaborasi semua pihak. Mulai dari KONI, cabang olahraga, pemerintah, dan stakeholder terkait lainnya
“Tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri untuk mencapai sebuah prestasi. Harus ada kolaborasi semua pihak terkait,” tambahnya.
Terkait keputusan BAORI yang menyatakan jika kepengurusan KONI Jabar pimpinan Brigjend TNI Ahmad Saefudin cacat hukum, Menpora mengaku sudah mengetahuinya. Termasuk dengan keputusan KONI Pusat yang menghentikan kepengurusan BAORI.
“Polemik ini kan jadi panjang karena BAORI-nya sendiri sudah diganti. Kita hanya berharap, silakan selesaikan dengan baik. Jangan sampai mengganggu konsentrasi pelatih, atlet, dan semua proses pembinaan olahraga,” tuturnya.
Menpora menegaskan, akibat dari polemik ini sudah bisa dipastikan jika pemerintah akan kesulitan dalam pengucuran anggaran. Pasalnya, pemerintah butuh sebuah kepastian hukum dalam mengucurkan anggaran bantuan untuk pembinaan olahraga prestasi.
“Maksimal di pertengahan Januari 2019, KONI sudah harus menyelesaikan masalah polemik ini dan segera laporkan ke kami,” tegasnya.
Kondisi polemik organisasi KONI sendiri bukan terjadi kali ini. Pada tahun 2016, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mengeluarkan surat edaran bernomor X.800/33/57 tanggal 14 Maret 2016 perihal ‘Rangkap Jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pejabat Struktural dan Fungsional, serta Anggota DPRD dalam Kepengurusan KONI’.
Penerbitan surat bersifat rahasia dan ditandatangani Mendagri Tjahyo Kumolo tersebut, berpedoman pada ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Ketentuan Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 800/2398/SJ tanggal 26 Juni 2011, Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor B-903/01-15/04/2011 tanggal 4 April 2011, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007.
Dalam surat tersebut, disebutkan beberapa kepengurusan KONI Provinsi yang dinilai melanggar ketentuan tersebut diatas dan sudah diterbitkan SK oleh KONI Pusat. Diantaranya KONI Lampung, KONI Sulawesi Tenggara, KONI NTT, KONI Papua, KONI Papua Barat, dan KONI Banten.
Untuk itu, surat tersebut dengan tegas meminta kepada KONI Pusat untuk mencabut keputusan dan/atau tidak mengangkat personalia pengurus KONI yang tidak sesuai dengan perundang-undangan. Surat dari Kemendagri tersebut pun diperkuat dengan surat dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bernomor 2145/SET/VII/2015 tanggal 25 Juli 2016 yang meminta KONI Pusat untuk melaksanakan amanat surat Kemendagri sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap Asas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
(ageng/bam’s)