BANDUNG, FOKUSJabar.id: Wakil Direktur Center for Detention Studies (Pusat Kajian Penahanan), Gatot Goei meminta Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk mundur.
Gatot menilai, Yasonna sebagai pimpinan tertinggi tidak bisa mengambil keputusan yang tegas terkait pengawasan dan penindakan pelanggaran di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Khususnya terkait laporan Ombudsman terkait adanya mal administrasi di Lapas Sukamiskin.
“Harusnya, tanpa diminta siapapun Menkumham sadar diri untuk mundur. Gantinya harus sosok yang bisa menguatkan sistem pengawasan di Lapas,” kata Gatot, Senin (17/9/2018).
Selama ini, ungkapnya, Menkumham hanya memerintahkan inspektorat untuk melakukan pemeriksaan ketika ada inspeksi mendadak ke Lapas. Yasonna tidak pernah mengeluarkan perintah tegas seperti pembongkaran atau pemindahan sel narapidana.
“Perintah ini akhirnya menjadi bias. Satu-dua bulan muncul dipermukaan, setelah itu hilang lagi. Sesuai aturan, ukuran standar kamar napi itu 2,5×1,5 meter, faktanya lebih. Lalu kunci sel juga masih dikendalikan napinya, tentu ini tidak bisa dibenarkan. Kendali kunci harusnya di sipir,” papar Gatot.
Menurutnya, para sipir di Lapas Sukamiskin memiliki rasa tidak percaya diri dan bersikap sungkan ketika mengatur napi yang pernah menjadi pejabat. Hal ini dikarenakan perintah dari Menhukam yang “abu-abu” dan tidak tegas.
“Hal mudah saja seperti memegang kunci tidak bisa dilakukan. Artinya sipir di bawah tidak percaya diri dan tidak didukung sepenuhnya oleh Menteri. Kalau mereka tidak berani menyentuh kamarnya si Setnov, berarti ada sesuatu. Akhirnya masing-masing pihak tutup mata,” terangnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI melakukan sidak ke tiga Lapas di Kota Bandung. Dalam sidak tersebut ditemukan data kamar yang dihuni Setya Novanto berukuran lebih besar dari hunian lainnya di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Terpidana kasus korupsi KTP elektronik ini kedapatan menghuni kamar yang lebih luas. Bahkan luasnya dua kali lipat dari kamar warga binaan lainnya. (Vetra)