Jumat 13 Desember 2024

Dolar Naik, Perajin Tahu dan Tempe di Garut Menjerit

GARUT, FOKUSJabar.id : Para pengrajin Tahu dan Tempe di wilayah Kabupaten Garut menjerit seiring tingginya nilai Dolar AS terhadap mata uang Rupiah. Kondisi tersebut berdampak juga ke berbagai sektor ekonomi, tanpa kecuali bidang usaha skala kecil-menengah yang masih mengandalkan bahan baku impor.

Harga kedelai bahan baku pembuatan tahu tempe meroket. (ilustrasi/web)

Hal itu dibenarkan Ketua Asosiasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (APTTI) Kabupaten Garut, Asep Imam Susanto. Menurut dia, Kedelai merupakan bahan baku utama hingga kini masih tergantung dari pasokan luar negeri.

“ Saat ini Kedelai yang beredar di pasaran dan digunakan pelaku usaha Tahu-Tempe 100 persen produk impor. Maka dengan naiknya nilai dolar sangat berimbas pada harga Kedelai. Ujungnya, para pelaku usaha tahu-tempe menjerit,” beber Asep Imam, Kamis (6/9/2018).

Harga Kedelai naik dari Rp7.400 menjadi Rp8.500 per kg. Alhasil, alami penurunan omzet sekitar 40 persen per hari.

Kedelai lanjut Asep, merupakan salah satu produk yang saat ini mekanisme impornya tidak mendapat intervensi dari pemerintah. Selain itu, penyebab lain kenaikan harga di pasaran diduga akibat ulah importir.

Pengrajin Tahu asal Desa Cihuni, Kecamatan Pangatikan, Jajang menyebut, harga Kedelai kini menembus angka Rp 8.500 per kg. Padahal sebelumnya hanya Rp.7.400 per kg.

Akibatnya, mau tidak mau usaha yang digelutinya terkena imbas. Sebelum naik harga, setiap harinya memproduksi 160 kg. Kini, hanya mampu 100 kg per hari.

“ Jelas berkurang, harga bahan bakunya naik, sementara jumlah produksi dan harganya nggak berubah,” keluh Jajang.

Senada dirasakan pengrajin Tahu asal Sukaraja, Kecamatan Banyuresmi, Robi. Sebelumnya, dia mampu produksi 1 kwintal, kini hanya 70 kg per hari.

“ Kami alami penurunan omzet 30 persen,” singkat dia.

(Andian/Bam’s)

Berita Terbaru

spot_img