BANDUNG, FOKUSJabar.id: Bantu program BKKBN mengatasi permasalahan penduduk di Jawa Barat (Jabar), khususnya untuk pengembangan tenaga penggerak desa, Pemprov Jabar alokasikan anggaran Rp27 milyar di tahun 2018-2019.
“Pemprov Jabar akan terus mendukung. Alokasi yang diajukan hampir dicoret, tapi kami terus kawal,” ungkap Sekda Jabar Iwa Karniwa di sela Seminar Hari Kependudukan Dunia yang digagas BKKBN Jabar di Hotel Tjokro, Jalan Cihampelas, Bandung, Selasa (28/8/2018).
Menurut dia, dorongan tersebut sangat penting, mengingat tantangan ke depan cukup besar. Bahkan saat ini jumlah penduduk di Jabar telah mencapai 48,3 juta. Untuk mengatasi permasalahan kependudukan itu, diperlukan peran serta semua pihak, khususnya pemerintah desa yang langsung berhadapan dengan masyarakat.
“Pemprov bantu bkkbn dalam rangka untuk kesenjangan SDM. Dengan adanya dukungan dana dari Pemprov, BKKBN bisa menyeleksi masyarakat ataupun tokoh-tokoh yang dijadikan penyuluh sekitar 2 ribu lebih. Itu bukti konkret dukungan Pemprov Jabar,” kata dia.
Saat ini, kata Iwa, tingkat kelahiran mencapai 2,2 persen atau mengalami peningkatan dari sebelumnya yang mencapai 2,4 persen. Dalam hal itu Pemprov pun akan terus menekan angka tersebut sehingga bisa ideal.
“Sekarang sudah 2,2 persen, tapi itu tidak cukup, maka kita juga akan mendorong agar sebanyak 5634 desa yang jadi basis perjuangan BKKBN itu turut membantu, sehingga masing-masing desa membantu program KB,” kata Iwa.
Lebih lanjut Iwa berharap, ke depan pemerintah desa bisa mengalokasikan anggaran desa untuk sosialisasi program BKKBN. Menurut dia, desa perlu jadi basis menyelesaikan permasalahan pendudukan. Termasuk pelaksanaan seminar pun diharapkan desa mengalokasikan anggaran untuk mendidik tokoh-tokoh penting yang ada di desa untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat desanya. Terutama untuk tiga hal, yakni mengendalikan jumlah penduduk, menjaga kesehatan ibu dan anak, serta meningkatkan basis ekonomi.
“Jadi program KB bukan hanya KB saja, tapi tiga hal itu jika disinergikan dengan APBD yang ada di desa, makah langkah itu akan signifikan untuk menyelesaikan persoalan terkait kependudukan. Jika itu diimplementasikan dengan baik di lapangan, maka di 2018 dan 2019, indeks kelahiran akan mengalami penurunan. Nantinya akan terjadi penurunan lagi dari 2,4 jadi 2,2 persen. Ini luar biasa, makanya kita dorong,” jelas dia.
Menurutnya keterlibatan pemerintah desa dalam sosialisasi program BKKBN sangat penting, terlebih saat ini anggaran desa cukup besar, baik dari pemerintah kabupaten kota, provinsi maupun dari pemerintah pusat. Sehingga pemerintah desa pun bisa mengalokasikan anggaran.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, saat ini perhatian pemerintah desa terhadap program KB masih rendah. Bahkan dari 2377 desa yang telah dikumpulkan, hanya sekitar 15 persen yang telah menganggarkan alokasi untuk sosialisasi program KB.
“Kita harapkan semuanya bisa membantu,” kata Sukaryo.
Dalam kesempatan itu, teguh mengatakan bahwa pemahaman masyarakat terhadap tingginya angka kelahiran pun sangat rendah. Khususnya di wilayah Jabar Selatan, seperti Garut, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya dan lainnya. Hal itu karena usia kawin yang relatif muda.
“Rata rata usia 20, tapi ada juga yang usia 18 dan 16 tahun. Makanya para tokoh masyarakat perlu diberikan pemahaman. Para tokoh itulah yang diberikan pemahaman dari kita supaya usia perkawinan bisa diidealkan,” jelas dia.
(LIN)