BANDUNG, FOKUSJabar.id: Orangtua calon peserta didik menilai bahwa pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) belum siap menerapkan sistem zonasi. Pasalnya, dari sisi sarana prasarana sekolah pun belum memadai.
Salah seorang orangtua calon peserta didik Ira Krisnawati menuturkan, aturan zonasi yang diterapkan pada PPDB Kota Bandung 2018 belum didukung dengan kesiapan sarana prasarana sekolah negeri di setiap wilayah. Bahkan beberapa wilayah memiliki jarak (zonasi) yang cukup jauh dengan skolah terdekat.
“Seperti rumah saya di Riung Gede Permai, Kelurahan Cisaranten Kidul, Gedebage yang jarak dengan sekolah terdekat itu sekitar 1,3 kilometer sampai 1,6 kilometer. Dan saat lihat di web PPDB, yang mendaftar ke sekolah terdekat dengan rumah saya itu banyak yang memiliki zonasi lebih dekat dibawah satu kilometer. Itu jelas membuat orangtua sudah merasa kalah lebih dulu karena zonasi,” kata Ira saat ditemui di kantor Disdik Kota Bandung, Jalan Ahmad Yani Kota Bandung, Kamis (12/7/2018).
Karena sudah merasa kalah lebih dulu akibat sistem zonasi, lanjut Ira, dirinya memutuskan untuk mendaftarkan anaknya melalui jalur akademis dengan modal nilai akademis 279. Namun dirinya tidak yakin kalau anaknya bisa diterima, karena hanya lima SMP negeri yang menerima jalur akademis. Lima SMP itu, yakni SMP Negri 2, SMP Negeri 5, SMP Negeri 7, SMP Negeri 14, dan SMP Negeri 44.
“Kalau dilihat dari sisi zonasi, sudah jelas anak saya pasti kalah bersaing. Dari sisi akademis pun, anak saya harus bersaing dengan dua ribu lebih anak lain dengan total kuota siswa di lima sekolah itu sekitar 600 orang siswa. Ini jelas persaingan tidak sehat secara akademik. Karena dari sisi zonasi sudah tidak memungkinkan dan dari sisi akademis pun gagal, saya pun memutuskan anak saya belajar dengan sistem home schooling saja,” terangnya.
Dengan sistem PPDB yang diterapkan di Kota Bandung saat ini, kata dia, usaha keras anak-anak untuk mendapatkan nilai bagus di sekolah itu sia-sia (tidak dihargai). Akan berbeda jika semua sekolah negeri di Kota Bandung membuka jalur akademis, sehingga kompetisi yang berlangsung sehat.
“Jika jalur akademis dibuka di semua sekolah, Saya yakin anak yang pintar atau rumah yang jauh akan terakomodasi untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke sekolah negeri,” kata dia.
Hal senada diungkapkan orangtua calon peserta didik lain, Susi (43) asal Cimindi (perbatasan Kota Bandung dan Kota Ciamahi). Minimnya jumlah SMP negeri di wilayah tersebut, persaingan dirasa semakin ketat.
Contohnya di SMPN 47, kuota hanya 189 siswa sedangkan yang mendaftar mencapai 573 siswa. Di sisi lain, sistem zonasi pun membuat bingung.
“Anak saya yang memiliki nilai bagus bahkan secara zonasi lebih dekat, justru tereleminasi,anehnya anak dengan tempat tinggal yang lebih jauh dan nilainya rendah justru diterima,” keluh dia.
“Kalau seperti ini, buat apa saya sekolahin anak biar pintar, mending cari rumah dekat sekolah saja dan anak tidak perlu pinter yang penting lulus,” tambah dia,
(Ageng/LIN)