TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencium banyak transaksi keuangan yang tidak wajar atau mencurigakan di wilayah Jawa Barat.
“Tingkat transaksi meningkat menjelang Pilgub di Jawa Barat, banyak rekening dan transaksi keuangan selama ini yang mencurigakan dan sudah kita ketahui transaksi-transaksi tersebut dan telah dilakukan pendalaman,” kata Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae dalam acara sharing & discussion bersama jurnalis di Hotel Horison Tasikmalaya, Jalan Yudanegara, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya Jumat (08/06/18).
Dia mengatakan bahwa PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan, bekerja menyelidiki dan mendalami transaksi mencurigakan dan mengarah pada kerugian negara.
“Kita tidak ada kewenangan untuk mengumumkan nama orang kalau belum jadi tersangka KPK atau polisi dan kejaksaan. Namun kita bisa mendalami transaksi-transaksi mencurihakan itu sampai dilaporkan ke penegak hukum,” kata Dian.
Hingga saat ini, kata Dian, PPATK sudah menyerahkan ratusan laporan rekening dan transaksi keuangan yang mencurigakan dari hasil analisis ke berbagai lembaga penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
” Ada 516 laporan hasil analisi (LHA) tahun ini yang diserahkan ke penyidik, ke KPK 143 LHA (27 persen), Ke Polri 231 LHA (44 persen) dan Kejagung 58 LHA (11 persen), dimana untuk kasus tindak pidana terbesar dipegang, yakni kasus korupsi dengan jumlah 246 LHA atau 47 persen,” jelas dia.
Untuk wilayah Tasikmalaya, sejumlah nama pejabat, tokoh dan pengusaha sudah ada dalam analisis dan radar PPATK.
PPATK pun memiliki database atau Political Ekspose Person (PEP). Semua nama pejabat dan keluarganya, rekening dan datanya sudah ada di PPATK. Di Jawa Barat ada 77.381 nama, sementara di Tasikmalaya ada lebih 500 orang yang sudah dalam database PEP.
“Kita harus tahu bahwa orang-orang ini sangat berpengaruh apakah pejabat pemerintah, apakah Polisi, apakah Pengusaha, rekanan, Jaksa, OJK, BI termasuk masyarakat sipil lainnya. Mereka ini semua sudah ada di atas meja, dan menjadi perhatian PPATK, jadi kalau ada sesuatu cepat kita ketahui,” terang dia.
Sebagai gambaran umum, kerugian negara akibat kasus korupsi tahun 2017 lalu nilainya Rp6,5 triliun yang melibatkan 1.298 tersangka dengan jumlah 576 kasus.
(Seda/LIN)