CIAMIS, FOKUSJabar.id: Diduga terindikasi korupsi, pengadaan mesin absensi online (fingerprint) di 37 Puskesmas dan sejumlah Sekolah Dasar di Kabupaten Ciamis diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis. Kajari Ciamis Sri Respatini tidak menampik jika pihaknya telah memanggil 37 Kepala UPTD Puskesmas untuk dimintai keterangan terkait pembelian fingerprint.
“Ini kan baru pemanggilan untuk dimintai keterangan, baru sebatas mengklarifikasi saja. Tidak banyak yang harus dijelaskan,” kata Sri Respatini di ruang kerjanya.
Kepala Dinas Kesehatan drg. Engkan Iskandar mengaku, pihaknya telah menerima surat dari Kejari perihal Bantuan Pemanggilan No:B-1063/O.2.24/Fd.1/05/2018. Dalam surat itu Dinkes diminta bantuan untuk menyampaikan surat panggilan kepada seluruh Kepala UPTD Puskesmas se Kabupaten Ciamis terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mesin abensi fingerprint.
“Kaget juga saya diminta menghadirkan kepala puskemas terkait itu. Saya minta kepada kepala puskesmas untuk menjelaskan apa adanya,” kata Engkan.
Engkan mejelaskan bahwa pembelian fingerprint dilakukan untuk meningkatkan disiplin ASN. Sesuai ketentuan fingerprint yang digunakan sebagai alat absensi itu harus terkoneksi secara online ke server atau admin di BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia).
“Sumber dananya bisa dari dana JKN, hemat saya tidak ada permasalahan,” jelas dia.
Dari beberapa informasi yang dihimpun, pembelian fingerprint di seluruh puskemas seharga Rp8 jutaan, sementara harga pembelian fingerprint di UPTD Pendidikan dan sekolah kisaran Rp3 jutaan. Fingerprint tersebut diduga dibeli dari satu perusahaan atau label yang sama.
“Saya tidak tahu kenapa beda harganya (antara yang di Disdik dan Dinkes), mungkin dari speknya beda atau gimana,” kata dia.
Sementara itu, kepala Puskesmas juga sudah koordinasi terkait penganggaran pembelanjaan fingerprint ke BKSDM dengan kisaran alokasi antara Rp8-10 juta
“Itu yang saya ketahui dari beberapa keterangan,” kata dia.
Sementara itu, Kabid Pengadaan Pemberhentian dan Informasi BKPSDM Ciamis Ihsan Rasyad menyebut, pihaknya pernah mensosialisasikan bahkan melakukan simulasi aplikasi daftar hadir sidik jari berbasis online itu.
“Judul besarnya sosialisasi peningkatan disiplin ASN agar datang dan pulang tepat waktu, dan kehadiran ASN ini juga menjadi salah satu rujukan pemberian TPP,” kata Ihsan.
Saat itu cara kerja aplikasi dan sistemnya dibeberkan, termasuk kaitannya dengan alat dan spek yang dibutuhkan, serta perkiraan harga mesin antara Rp8-Rp10 juta.
“Kami arahkan untuk membuat alokasinya dari sumber anggaran yang legal, jangan dari sumber anggaran yang tidak legal, kalau mesin lebih murah dari yang sudah dianggarkan lebihnya tinggal dikembalikan,” kata Ihsan.
Sepengetahuan dia, instansi dan lembaga yang sudah memakai fingerprint ada sekitar 200, termasuk 37 puskemas. Namun Ihsan tidak tahu jika pengadaannya bersumber dari perusahaan yang sama dengan harga yang berbeda. Ihsan menyangkal jika dalam pertemuan itu hadir pihak ketiga sebagai pengusaha seperti isu yang beredar.
“Tidak ada pihak ketiga atau pengusaha yang hadir pada saat simulasi. Kita hanya menjeaskan sistem, dan merumuskan stadar spek yang ideal. Kalau di lapangan katanya ditemukan bersumber dari satu perusahaan saya tidak tahu. Belinya bebas kemana saja,” kata Ihsan.
Dirinya pun tidak mengetahui adanya pemanggilan oleh Kejari, terlebih pengadaan fingerprint yang sedang didalami Kejari.
Menyikapi hal itu, Ketua HMI Ciamis Hendriawan Firmansyah siap mendukung penegak hukum dalam upaya penyeledikan yang dilakukan Kejari Ciamis.
“Kita siap mengawal kasus ini sampai tuntas dan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” kata Hendriawan
Berdasarkan PP Nomor 70 tahun 2000, kata dia, setiap orang atau lembaga berhak memperoleh dan memberi informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi.
“Jangan ada tebang pilih dalam menindak kasus dugaan tindak pidana korupsi di Ciamis,” tegas dia.
(DH/LIN)