Kamis 12 Desember 2024

KPI Tendensius Soal Kepala Daerah Main Sinetron

BANDUNG, FOKUSJabar.id: Wakil Ketua Tim Pemenangan Deddy-Dedi, Asep Wahyuwijaya menilai aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait larangan calon kepala daerah mengisi program televisi adalah aturan tendensius. Bahkan bertentangan dengan asas Equality Before the Law.

Demikian ditegaskan Asep menyusul pemberitaan terkait larangan KPI bagi peserta Pilkada untuk tampil di program televisi.

“Aturan KPI itu terkesan tendensius. Aturan ini sebenarnya untuk siapa? Apakah untuk semua peserta Pilkada yang ikut Pilkada 2018, atau hanya untuk satu orang calon saja?” kata Asep di Bandung, Selasa (8/5/2018).

Menurut dia, hanya Deddy Mizwar calon kepala daerah berlatar belakang artis atau bintang film.

Pekerjaan itu, kata dia, sudah dijalani jauh hari sebelum Pilkada dan mencalonklan kepala daerah. Jika ada aturan seperti itu, artinya aturan tersebut hanya diberlakukan untuk Deddy Mizwar saja.

Oleh karena itu, lanjut Asep, sinetron yang dibintangi Deddy Mizwar dan akan ditayangkan pada bulan Ramadhan nanti, sudah bisa dipastikan bukan untuk kepentingan kampanye.

“Itu rutinitas yang sudah dilakukan setiap tahun sebelum Pilkada ini. Tidak hanya untuk sinetron baru ini, namun juga seri-seri sinetron lainnya,” tegas dia.

Artinya, dalam sinetron tersebut tidak ada upaya pencitraan atau mencitrakan diri, baik secara implisit maupun secara eksplisit.

Bahkan sama sekali tidak simbol-simbol yang muncul terkait calon nomor empat, dalam sinetronnya. Apakah menggunakan gerakan tangan atau candaan yang muncul dalam dialog, itu sama sekali tidak ada.

“Deddy Mizwar main film tidak tiba-tiba, karena itu memang profesinya artis atau bintang film. Kalau ada calon kepala daerah yang tiba-tiba main film, itu boleh jadi untuk pencitraan atau mencitrakan diri, lebih jauhnya berkampanye,” jelas Asep.

Anggota DPRD Jabar ini menambahkan, soal larangan main film sebenarnya pernah didiskusikan dengan Bawaslu dan isu yang muncul adalah adanya kekhawatiran muatan kampanye dalam sinteron tersebut.

Untuk memastikan sinetron ini mengandung muatan kampanye atau tidak, kata Asep, script atau skenario dari sinetron tersebut bisa dicek atau diperiksa dulu. Bahkan, untuk mengecek ini bisa melibatkan Badan Sensor Film (BSF).

“BSF adalah pemegang otoritas yang mengoreksi materi setiap tayangan sinetron dan film. Saya pikir BSF lah yang layak untuk menilai apakah sinetron Deddy Mizwar itu kampanye atau tidak,” kata dia.

Sementara itu, Praktisi Hukum Universitas Pasundan Dedy Mulyana mengatakan, hukum harus belaku bagi semua orang. Asas praduga tak bersalah pun harus dikedepankan dalam menyikapi masalah tayangan sinetron calon kepala daerah ini.

“Asas praduga tak bersalah harus digunakan. Belum tentu Deddy Mizwar berkampanye dalam tayangan sinetron ini,” tegas Dedy.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img