Kamis 12 Desember 2024

Pemprov Jabar Dukung Penegakan Hukum Bidang Penataan Ruang

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendukung upaya Kementerian ATR/BPN bersama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam penanganan penegakan hukum bidang penataan ruang di Jabar.
Kegiatan itu diawali melalui sebuah rapat kordinasi (rakor) yang digelar di Kota Bandung, Rabu (2/5/2018).

Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Iwa Karniwa mengatakan bahwa rakor yang digelar itu untuk membahas permasalahan terkait pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang di Kawasan Bandung Utara (KBU), Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung dan Kawasan Bogor – Puncak-Cianjur (Bopuncur).

Selain itu isu mengenai alih fungsi lahan pertanian dan kawasan hutan, eksploitasi air tanah serta dampaknya yang menyebabkan bencana banjir dan longsor di beberapa wilayah di Jabar, sehingga diperlukan upaya pengendalian dan penegakan hukum khususnya di bidang penataan ruang.

Menurut dia, kebijakan penataan tata ruang sudah diatur melalui Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Dengan lahirnya undang-undang penataan ruang dan turunannya berupa rencana tata ruang, adalah upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting.

Sejumlah aspek itu, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang  yang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif, disinsentif, dan sanksi.

“Undang-undang ini sudah sejalan dengan semakin kritisnya kondisi lingkungan di Indonesia. Terlebih akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya Jabar.  Salah satu penyebabnya adalah pelanggaran tata ruang,” tegas Iwa.

Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan pun selain memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi, ternyata berakibat pada timbulnya permasalahan lingkungan.

Persoalan banjir pada umumnya berhubungan erat dengan berkembangnya kawasan perkotaan yang diikuti peningkatan jumlah penduduk, aktivitas hingga kebutuhan lahan.

Karena keterbatasan lahan di perkotaan, alhasil, alih fungsi dsri daerah konservasi dan ruang terbuka hijau pun dijadikan pemukiman penduduk.

Akibatnya, daerah resapan air semakin sempit, dan terjadi peningkatan aliran permukaan hingga erosi yang berdampak pada pendangkalan atau penyempitan sungai.

Akibatnya air meluap dan memicu terjadinya banjir, sepertihalnya banjir yang terjadi di wilayah Daerah Aliran Sungai (Das) Citarum.

Tidak hanya itu, si kawasan Bopunjur yang secara geografis merupakan daerah hulu pun telah terjadi banyak penyimpangan, seperti banyaknya bangunan villa, hotel, hingga rumah penduduk di kawasan yang seharusnya lahan konservasi air dan tanah.

Di sana terjadi penyimpangan pemanfaatan lahan baik pada daerah hulu maupun hilir di wilayah Bopunjur. Hal itu tidak terlepas dari adanya tuntutan kepentingan sektor ekonomi yang mengabaikan faktor lingkungan.

“Saat ini upaya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang telah dilakukan oleh pemprov. Salah satunya dengan perbaikan dan penertiban melalui  optimalisasi peran penyidik pegawai negeri sipil (ppns) penataan ruang, dan program peningkatan pengawasan dan pengendalian ruang di tingkat provinsi sampai dengan kabupaten/kota,” jelas dia.

Apalagi, kata Iwa, memasuki era pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, maka diperlukan sinergi dengan berbagai pihak terutama terkait penegakan hukum di bidang penataan ruang.

“Melalui rakor ini, upaya penegakan hukum bidang penataan ruang di Provinsi  Jabar akan semakin efektif dan lebih berhasil, sekaligus memberi efek jera terhadap pelanggaran itu,” tegas dia.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img