BANDUNG, FOKUSJabar.id : Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan menilai, penegakan hukum aparat terhadap pabrik yang membuang limbah ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum belum maksimal.
Dari pemantauan yang dilakukan Walhi Jabar, terdapat 750 pabrik atau industri membuang limbah ke DAS Citarum terjadi sudah lama tanpa ada sanksi berat.
“Hari ini praktik pembuangan limbah industri itu masih berjalan walaupun ada beberapa pabrik yang ditutup saluran pembuangan yang langsung ke sungai,” ujar Dadan di Bandung, Jumat (27/4/2018).
Dari beberapa kasus yang sudah ditindak, Satgas Citarum telah menemukan 10 pabrik yang buang limbah cair ke sungai di Cimahi dan dilaporkan ke Polda Jawa Barat dan Dinas Lingkungan Hidup.
Tidak hanya itu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat menutup sementara tiga pabrik di Kabupaten Bandung karena membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ke sungai Citarum. Tiga perusahaan itu di antaranya, Express Laundry, Ciharuman Laundry dan Elvito Washing.
Tidak hanya tiga perusahaan itu, empat industri di Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang ditutup akibat membuang limbah. Industri dari Kota Cimahi yaitu PT Gede Indah yang beroperasi dalam pencelupan dan pewarna pakaian diketahui tidak memiliki izin lingkungan dan belum mengoperasionalkan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
Dari Kabupaten Purwakarta yaitu PT Sinar Sukses Mandiri yang bergerak dalam pencelupan kain yang menghasilkan limbah cair padat yang dibuang ke anak sungai Citarum. Dari Kabupaten Bandung yaitu PT Idola Selaras yang bergerak dalam produksi tekstil ini membuang limbah melebihi baku mutu. Sedangkan dari Kabupaten Karawang yaitu PT Surya Tekstile membuang limbah dari bak IPAL tidak sesuai prosedur.
“Tapi dari 750 industri itu masih terlalu banyak yang belum dilakukan penegakan hukum. Contohnya beberapa perusahaan seperti PT Kahatex dan Gistex, terus membuang limbah ke sungai. Kami melihat aparat belum maksimal dalam menegakkan hukum,” katanya.
Bahkan, lanjut Dadan, perusahaan yang ditindak aparat, masuk dalam kategori kecil. Lanjut Dadan, Berbeda dengan pabrik tekstil lainnya seperti PT. Kahatex yang beroperasi di Rancaekek Kabupaten Bandung, dibiarkan.
“Yang ditindak itu dibawah 10 dari 750, kebayangkan masih banyak. Bahkan, yang ditindak juga adalah perusahaan-perusahaan kecil yang akan bangkrut. Sedangkan industri yang masih skala besar produksinya dengan pembuangan limbah yang besar, masih beroperasi,” terangnya.
Sementara Tim Survei Penataan Ekosistem Sungai Citarum telah menemukan puluhan pabrik yang membuang berbagai jenis limbah cair ke aliran sungai Citarum. Tim yang terdiri dari Kodam III/Siliwangi, Dinas Lingkungan Hidup, pegiat lingkungan, dan relawan melakukan survei pada 17 Januari hingga 23 Januari 2018.
Untuk wilayah Kabupaten Bandung tercatat ada 31 pabrik yang paling banyak berlokasi di Dayeuhkolot dan Majalaya. Angka ini bagian dari 3.236 industri tekstil yang berada di kawasan sungai yang 90 persennya tidak memiliki IPAL.
Pencemaran yang terjadi di Sungai Citarum merupakan akumulasi dari pembiaran dan lemahnya penegakan hukum yang dilakukan selama puluhan tahun. Sedimentasi sebesar 7,9 juta ton per tahun masuk ke sungai Citarum akibat tingginya erosi yang terjadi di daerah hulu sungai akibat gundulnya hutan. Banjir menjadi langganan warga saat musim hujan tiba.
Selain limbah, sampah 500.000 meter kubik per tahun yang tidak dapat ditampung masuk ke sistem drainase dan sungai. Akhir tahun 2017, Tim Survei Kodam III Siliwangi mencatat sebanyak 20.462 ton sampah organik dan anorganik dibuang ke Sungai Citarum. Tinja manusia 35,5 ton per hari dan kotoran ternak 56 ton per hari. Termasuk 280 ton limbah kimia per hari serta limbah medis.
Hasil uji klinis Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung pada air dan ikan, ditemukan berbagai zat yang berbahaya, seperti Merkuri, Coliform, Besi, Mangan, Timbal, Sulfur, dan Klor. Padahal, Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota. Citarum menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat, Sungai yang merupakan sumber air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung.
(Adie/Bam’s)