Sebab, kata dia, Jabar memiliki empat pasangan calon yang akan bertarung dalam pemilihan Gubernur Jabar 27 Juni 2018.
“Tingkat kompetisinya sangat tinggi walaupun dua pasang cukup menonjol di bandingkan yang lain,” kata Syamsudin di Bandung, Selasa (24/4/2018).
Menurut dia, jika melihat peta politik dan peta koalisi, tidak ada yang menonjol karena tidak ada satu pola peta politik Pilkada yang sama di semua wilayah. Kecuali tiga partai yang senada berkoalisi, itupun hanya di beberapa daerah.
“Saya menyebutnya tiga serangkai, Gerindra, PKS dan PAN, seperti di Provinsi Jabar, Jateng, Jatim, Sumut dan Maluku Utara. Selain itu nggak ada pola atau peta politik yang sama,” jelas dia.
Hal tersebut menunjukkan tidak simbiosis ideologi pada partai-partai politik yang ada saat ini. Yang ada simbiosis kepentingan masing-masing kelompok partai politik.
“Contoh, dalam Pilkada Jabar dukungan PAN terhadap Sudrajat-Syaikhu adalah dukungan setengah hati, akibat kekecewaan PAN ketika Demiz meninggalkannya dan pindah ke partai Demokrat,” jelas dia.
Selain itu, Syamsudin juga mengungkapkan bahwa kenyataan yang terjadi di lapangan banyak paslon yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK sangat menonjol.
“Padahal kita sedang menghadapi Pilkada, sebagian yang kena OTT adalah paslon yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan ini akibat tidak adanya gagasan atau simbiosis ideologi partai politik,” pungkas dia.
(Budi/LIN)