PANGANDARAN,FOKUSJabar.id : Kebijakan untuk memutuskan menaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75 % ditengah kondisi nilai tukar rupiah yang mengalami depresi di triwulan 1 2018, suku bunga Deposi Facility (DF) sebesar 25 bps menjadi 4,00, dan suku bunga Pending Facility (LF) sebesar 25 bps menjadi 5,50% sebagai langkah pre-emptive.
Demikian di ungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tasikmalaya Heru Saptaji, dalam kegiatan sheering discussion bersama insan Media di Hotel Laut Biru Kab.Pangandaran Rabu (06/06/18).
”keputusan menaikan suku bunga merupakan bagian dan langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve Bank Indonesia dalam mempertahankan dan memperkuat stabilitas khususnya nilai tukar rupiah di pasar keuangan global,”ujar Heru pada sejumlah Media.
Ditambahkan, walaupun nilai tukar rupiah depresi sebesar 1,47% di awal triwulan 1 2018 karena kebijakan perekonomian AS yang terjadi inflasi di negara tersebut, namun tetap terkendali yang ditopang oleh koreksi harga-harga komoditas pangan dan ekspektasi yang terjaga”BI sangat meyakini kondisi ekonomi indonesia secara keseluruhan cukup membaik dan kuat terhadap tekanan perekonomian global, dan ini tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang cukup tinggi mencapai 22,5% dan rasio likuiditas (AL/DPK) dalan posisi aman yakni 21,2%, selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) menurun diledek 2,75%, stabilitas yang terjaga ini sangat berdampak positif terhadap perbaikan fungsi intermediasi perbankan di tanah air,”tutur Heru.
Dia pun menjelaskan, BI terus konsisten terhadap kebijakan moneter dalam menjaga inflasi dan memperkuat berkoordinasi dengan Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan pembangunan”pertumbuhan ekonomi tetap positif karena masih tingginya investasi di indonesia serta stabilitas nasional tterjaga dan BI terus memantau dan memitigasi dampak perkembangan nilai tukar dan suku bunga terhadap stabilitas sistem keuangan, baik aspek likuiditas, permodalan maupun risiko kredit guna mengoptimalkan kondisi perbankan yang sehat,”pungkasnya.
(Seda)