SURIAH, FOKUSJabar.id: Warga distrik timur Ghouta merasa hanya bisa ‘menanti ajal’ di tengah pengeboman terbesar pasukan pro-pemerintah Suriah yang dibantu Rusia terhadap wilayah pemberontak yang terkepung di dekat Damaskus itu.
Setidaknya 38 orang tewas pada Rabu (21/2/2018). Sejak Minggu malam, sudah ada 310 orang tewas dan lebih dari 1.550 luka-luka, kata kelompok pengamat Syrian Observatory for Human Rights.
Ghouta bagian timur adalah distrik pertanian padat penduduk yang ada di pinggiran Damaskus dan area besar terakhir di sekitar ibu kota yang masih dikuasai pemberontak.
Kawasan yang dihuni oleh 400 ribu orang ini telah dikepung pasukan pemerintah selama bertahun-tahun.
Eskalasi pengeboman besar-besaran, termasuk tembakan roket, artileri, serangan udara dan bom barel yang dijatuhkan dari helikopter sejak Minggu, menjadi salah satu rangkaian peristiwa paling mematikan dalam perang saudara Suriah yang sudah memasuki tahun kedelapan.
“Kami menanti kematian. Ini adalah satu-satunya hal yang bisa saya katakan,” kata Bilal Abu Salah (22).
Istrinya tengah hamil lima bulan di Douma, dan mereka takut teror pengeboman itu memicu kelahiran dini, seperti dikutip CNN.
Dia mengatakan bahwa hampir semua orang yang tinggal di sini tinggal di penampungan sekarang.
“Ada lima atau enam keluarga dalam satu rumah. Tidak ada makanan, tidak ada pasar,” ujarnya.
Foto-foto Reuters yang diambil di timur Ghouta, Rabu, menunjukkan warga mengais dari reruntuhan bangunan, membawa orang-orang bersimbah darah ke rumah sakit dan meringkuk di jalanan berpuing.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengecam pengeboman yang mengenai rumah sakit dan infrastruktur sipil lain itu, menyebutnya bisa dianggap sebagai kejahatan perang.
(Agung/LIN)